Sebab-Sebab Terjadinya Perbedaan Fiqih
Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E
Setelah wafatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Khulafaur Rasyidun mengemban amanah kepemimpinan umat Islam dan menyebarkannya ke berbagai wilayah. Para sahabat pun menyebar ke berbagai wilayah yang telah ditaklukkan. Mereka menjadi panutan dan hakim dalam menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat di tempatnya masing-masing. Persoalan yang terjadi semakin banyak dan berkembang sehingga membutuhkan ijtihad untuk menjawabnya. Para sahabat tersebut memahami ‘illah (makna hukum) yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, sehingga bila ada permasalahan baru, mereka berijtihad dalam memahami ‘illah dan menjadikannya patokan untuk menghukumi permasalahan. Dalam proses berijtihad tersebut terjadilah perbedaan fiqih, seperti:
a. Ada seorang sahabat yang pernah mendengar keputusan atau fatwa Nabi namun tidak didengar oleh sahabat lain sehingga ia berijtihad sendiri. Sahabat yang berijtihad tersebut bisa saja menghasilkan fatwa yang sesuai hadits atau ternyata ijtihadnya kurang sesuai dengan hadits setelah berdiskusi sehingga ia merubahnya. Ada kemungkinan sahabat tersebut mendapatkan hadits setelah berijtihad namun ada sisi yang kurang kuat dari hadits sehingga ia tetap berpegang pada ijtihadnya atau ia tidak mendapatkan sama sekali dari hadits yang terkait.
b. Para sahabat melihat perbuatan Rasulullah tetapi mereka memahami dengan kesimpulan yang berbeda. Jika perintah, ada yang memahaminya sunnah atau wajib. Jika larangan, ada yang memahaminya makruh atau haram.
c. Perbedaan dalam redaksi riwayat mengenai sifat ibadah Nabi sebagaimana yang terjadi pada bab haji.
d. Perbedaan kekuatan hafalan para sahabat dalam meriwayatkan hadits Nabi.
e. Perbedaan dalam menentukan ‘illah hukum sebagaimana yang terjadi pada persoalan berdiri saat ada jenazah yang sedang lewat untuk diantar ke pemakaman.
Generasi tabi’in mempelajari dan menerima ilmu dari generasi sahabat lalu muncul penyusunan cabang-cabang ilmu syariah yang khas. Kemudian terbentuklah madzhab-madzhab fiqih dengan kaidah masing-masing. Seiring perjalanan waktu, umat Islam pun sepakat untuk menerima dan memperbolehkan mengikuti 4 madzhab fiqih yang sudah teruji kualitasnya. Meskipun demikian, para ulama madzhab melarang bertaqlid bagi orang-orang yang memiliki kemampuan ijtihad yang layak.
Para salaf tidak berselisih pada perkara ushul (prinsip dasar) agama. Perbedaan mereka terletak pada penentuan keutamaan antara berbagai amalan. Walaupun mereka memiliki perbedaan dalam fiqih, tapi hal itu tidak membuat mereka berpecah belah dan tetap mau shalat berjamaah dengan satu sama lain.
Sebab-sebab terjadinya perbedaan fiqih secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Adanya pertentangan dalil saat berijtihad.
2. Tidak mengetahui suatu dalil, terutama karena keterbatasan pengetahuan mengenai hadits-hadits Nabi.
3. Perbedaan dalam menilai derajat suatu hadits.
4. Perbedaan dalam menilai kelayakan suatu dalil untuk menjadi hujjah (argumentasi).
5. Perbedaan dalam menerapkan kaidah ushul fiqih.
6. Perbedaan dalam riwayat qiroah Al-Quran yang berefek pada penafsiran ayat.
7. Perbedaan dalam meriwayatkan lafazh suatu kata dalam hadits yang berefek pada pemahaman makna.
8. Perbedaan dalam menerapkan kaidah nahwu saat memahami suatu ayat atau hadits.
9. Adanya lafazh yang mengandung multi makna.
10. Perbedaan dalam memahami keumuman atau kekhususan suatu lafazh.
11. Perbedaan dalam memahami lafazh secara hakiki atau majas (kiasan).
12. Perbedaan dalam menentukan adanya kata tersirat atau tidak ada.
13. Perbedaan dalam menilai suatu hukum masih berlaku atau sudah dimansukh (dihapus).
14. Perbedaan dalam memahami suatu perintah, apakah statusnya wajib atau sunnah.
15. Perbedaan dalam memahami suatu larangan, apakah statusnya haram atau makruh.
16. Perbedaan dalam memahami perbuatan Nabi, apakah hukumnya wajib atau sunnah atau mubah.
Referensi:
خلا ف الأمة في العبادة ومذهب أهل السنة والجماعة
تقريب الأصول إلى علم الأصول