PENTINGNYA MENIMBANG UNTUNG-RUGI

(RENUNGAN MASLAHAT-MADHARAT BERBASIS MAQASHID SYARIAH)

Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E


Banyak orang yang memasuki tahun 2024 dengan harapan baru, semangat baru dan target baru agar lebih baik dari tahun sebelumnya. Begitulah sifat manusia pada umumnya yang ingin menjadi lebih baik dari waktu ke waktu sehingga menjadi orang yang beruntung dan tidak merugi.

Setiap manusia normal tentunya ingin selalu meraih keuntungan dan terhindar dari kerugian dalam berbagai hal dalam hidupnya. Inilah fitrah manusia yang sangat diperhatikan dalam agama yang berasal dari Tuhan Pencipta Manusia. Islam mengandung ajaran dan nilai yang semuanya bertujuan untuk meraih maslahat (manfaat/keuntungan) dan menolak madharat (kerusakan/kerugian). Seorang ulama yang dijuluki Sultan Ulama, Izzuddin bin Abdissalam pernah merenungi ajaran Islam secara menyeluruh, luas dan mendalam hingga berkesimpulan bahwa tujuan Allah mengatur berbagai hal dalam Islam hanya satu yaitu jalbul mashalih wa daf’ul mafsadah (meraih maslahat dan menolak mafsadah/madharat). Senada dengan hal itu, Ibnul Qayyim pernah menyebutkan,

“Sesungguhnya syariat pondasinya ialah kebijaksanaan dan maslahat para hamba Allah di dunia dan akhirat. Syariat itu semuanya adil, semuanya rahmat, semuanya maslahat dan semuanya bijaksana. Semua hal yang keluar dari keadilan menuju kezhaliman, keluar dari rahmat menuju sebaliknya, keluar dari maslahat menuju mafsadat (kerusakan) dan keluar dari bijaksana menuju sia-sia maka itu bukanlah syariat meskipun dianggap syariat dengan ta'wil (interpretasi).” (I’lamul Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin)

Sesungguhnya semua kandungan dalam syariat Islam jika dipahami dengan niat & cara yang benar melalui para ulama yang kompeten dalam penguasaan ilmu-ilmu ijtihad maka akan didapati semua ajarannya baik untuk seluruh manusia. Sebab standar untung-rugi nya berasal dari Pencipta Yang Maha Mengetahui kondisi ciptaanNya. Semua isinya bisa dipahami dengan akal sehat dan hati tulus oleh siapapun.

Dalam proses pelaksanaan syariat tidak selalu mudah dan mulus sehingga tidak bisa selalu ideal. Tentu kita semua ingin yang ideal dan terbaik, namun kenyataan hidup seringkali mengharuskan kita untuk memilih yang lebih baik meskipun belum ideal. Dalam hal ini, penting menimbang untung-rugi atau maslahat-madharat agar berada pilihan yang tepat.

Rasulullah memutuskan untuk tidak merenovasi Ka’bah kepada kondisi asli sebelumnya karena khawatir menimbulkan kesalahpahaman masyarakat Arab yang sangat mengagungkan Ka’bah dan bisa berakibat pada murtad. Abu Bakar memutuskan untuk memerangi kaum yang menolak menunaikan zakat karena berpotensi merobohkan rukun Islam dan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang besar. Umar pernah membatasi masa tugas pasukan yang dikirim ke wilayah jauh menjadi maksimal 4 bulan agar hak-hak perhatian & pembinaan pada keluarga tetap dijaga. Utsman pernah memutuskan mengumpulkan semua tulisan ayat Al-Quran dalam satu mushaf dan membakar semua tulisan di luar mushaf dalam rangka menjaga keaslian dan persatuan umat muslim. Keputusan-keputusan tersebut bisa saja dianggap kurang ideal oleh sebagian pihak namun memilih keputusan yang sebaliknya justru bisa menimbulkan kerusakan yang lebih besar untuk perkembangan dakwah dan stabilitas masyarakat yang merupakan hal yang sangat dijaga oleh Islam.

Peristiwa Bandung Lautan Api telah membakar berbagai aset mahal di kota Bandung demi mencegah penjajah dalam usaha menguasai titik militer yang strategis. Pengangkatan Soekarno-Hatta menjadi pemimpin Indonesia dan gagasan NKRI dalam mosi integral Natsir di tengah polemik kaum Islamis dan sekuler mengenai dasar negara merupakan jalan kompromi yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas sehingga ke depannya bisa dilakukan perbaikan-perbaikan yang bijak demi Indonesia yang diridhai Allah. Hal-hal tersebut merupakan bagian dari sikap yang selaras dengan maqashid syari’ah  yang menjadi tujuan inti agama Islam.

Dalam sebuah rubrik koran, Dr. Oni (pakar ekonomi syariah) pernah ditanya mengenai bekerja sebagai pegawai Bank Syariah yang di dalamnya masih ada praktik yang bertentangan dengan syariah atau bahkan belum jauh beda dengan bank konvensional. Maka beliau menjawab bahwa tetap bertahan di Bank Syariah tetap lebih baik daripada pindah ke bank konvensional karena Bank Syariah tentunya lebih komitmen menuju praktik ekonomi syariah sambil terus melakukan perbaikan-perbaikan menuju kondisi terbaik. Bukankah dalam perjalanan rumah tangga pun tidak selalu ideal? Bisa jadi pasangan kita memiliki kekurangan dalam pandang syariat. Tapi apakah kita bisa memilih segera meninggalkannya atau berusaha dahulu untuk saling memperbaiki sehingga keutuhan keluarga terjaga dan menghasilkan generasi shaleh-cerdas? Silakan dijawab secara akal sehat dan hati tulus yang dipandu syariat Yang Maha Bijaksana.