Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E

 

Ø  Semangat Kebangkitan Islam

Pada kisaran abad 18-20, negara-negara muslim mengalami kelemahan dan berada dalam dominasi negara-negara Eropa. Pada masa tersebut dunia diwarnai oleh penjajahan dan penjarahan ekonomi secara besar-besaran, khususnya di wilayah Asia dan Afrika.

Semenjak runtuhnya Baghdad dan melemahnya Khilafah Utsmaniyyah, umat Islam mengalami kemunduran di berbagai sisi kehidupan. Penghapusan Khilafah di Turki pada 3 Maret 1924 memperparah keadaan dan memperkuat cengkraman penjajah di wilayah kaum muslimin.

Pada saat itu, Eropa mengalami renasaince (pencerahan & kebangkitan) yang ditandai munculnya revolusi industri. Para ilmuwan Barat berhasil meneliti warisan pengetahuan sains ilmuwan muslim sebelumnya lalu mewujudkannya menjadi penemuan-penemuan teknologi yang luar biasa. Dengan kemajuan sains & teknologi, orang-orang Eropa mengembangkan industri dan perdagangan secara pesat serta membentangkan dominasinya pada wilayah jajahan.

Kaum muslimin berjuang mempertahankan tanah airnya dari penjajahan Barat dengan sangat gigih. Perjuangan ini mencapai titik kebangkitan yang besar di awal abad 20. Hal itu ditandai dengan munculnya para ulama, cendikiawan dan pergerakan-pergerakan Islam yang merespon dominasi penjajahan Barat atas kaum muslimin.

Dominasi Barat tidak sebatas pada aktivitas fisik dan angkat senjata, namun juga cengkaraman secara ekonomi, pemikiran, budaya dan politik. Perlawanan umat Islam pun tidak hanya sebatas fisik dan perang persenjataan.

Kebangkitan perjuangan umat Islam pada kisaran abad 18-20 masehi diwujudkan dalam 3 hal:

1. Purifikasi, yaitu ajakan untuk menjalankan ajaran Islam yang murni berdasarkan aqidah tauhid dan syariat yang benar.

2. Pengkajian dan penggunaan sains & teknologi modern untuk beradaptasi dengan kondisi zaman.

3.   Menyusun karya tulis untuk menyebarkan pencerahan & semangat menjayakan Islam di panggung peradaban dunia.

Usaha-usaha perjuangan tersebut dilakukan secara individu maupun berkelompok bahkan berjejaring secara internasional. Hingga menjelang akhir abad 20, semua negeri muslim mampu memerdekakan diri dari penjajahan Barat. Meskipun begitu, dominasi dan penetrasi peradaban Barat masih membekas di bidang politik, ekonomi, pendidikan dan budaya.

Sekulerisasi menjadi fenomena yang kontras di negeri-negeri kaum muslimin pasca penjajahan. Para ulama & tokoh Islam pun melakukan ijtihad-ijtihad baru untuk menghidupkan ajaran Islam di berbagai bidang kehidupan, baik di bidang politik, pendidikan, ekonomi, budaya dan lain-lain.

Kebangkitan Islam di bidang ekonomi menjadi pembahasan yang sangat penting. Hal itu disebabkan karena aspek peradaban Barat yang menjadi motivasi dan konsep untuk mendominasi dunia diwujudkan dalam sistem ekonomi yang dikenal dengan sebutan kapitalisme dan sosialisme. Maka kajian ekonomi Islam di era modern menjadi pembahasan yang relevan untuk menjawab hegemoni ekonomi Barat. Kebangkitan ekonomi Islam di era modern bisa dilihat dari literatur, kajian isu-isu modern dan institusionalisasi ekonomi Islam.

Ø  Perkembangan Literatur

Ilmu merupakan pondasi dan akar dari semua perubahan dan peradaban. Keberadaan ilmu ditandai dengan adanya seorang pakar dan literatur (karya tulis). Menurut M. Nejatullah Shiddiqi terdapat banyak karya tulis ekonomi Islam di abad 20, dengan rincian berupa 80 judul tentang filsafat ekonomi Islam, 418 judul tentang sistem ekonomi Islam, 100 judul tentang kritik Islam pada ekonomi Barat, 50 judul tentang analisis ekonomi dan 40 judul tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam.

Buku-buku ekonomi Islam di era modern ditulis dalam bahasa Arab, Inggris dan bahasa-bahasa lainnya. Para penulisnya pun beragam latar belakang bangsa bahkan ada yang berasal dari kalangan non-muslim. Di antara penulis-penulis tersebut seperti Yusuf al-Qardhawi, Taqiyuddin an-Nabhani, Umar Chapra, M. Nejatullah Shiddiqi, M. Abdul Mannan, Monzer Kahf, Adiwarman Karim, Antonio Syafi’i, Didin Hafidhuddin dan lain-lain.

Perkembangan literatur ekonomi Islam di era modern dipengaruhi 5 faktor:

1.      Motivasi pribadi penulis sebagai bentuk semangat keIslaman.

2.      Bagian dari program organisasi dan pergerakan Islam.

3.      Masyarakat muslim yang menginginkan kehidupannya dipandu oleh ajaran Islam.

4.      Peran para mahasiswa & akademisi muslim.

5.      Dukungan dari perusahaan penerbitan.

 

Ø  Isu-Isu Modern

A.      Zakat

Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang berkaitan dengan harta & ekonomi. Zakat mengandung unsur sosial untuk mendistribusikan harta ke golongan-golongan tertentu agar harta tidak menumpuk pada segelintir orang. Urgensi zakat di era kekinian dipengaruhi beberapa hal:

-   Zakat merupakan rukun Islam ketiga dan ibadah sangat agung yang harus ditunaikan.

-   Perkembangan jenis harta dan penghasilan membutuhkan kajian baru untuk penentuan hukum zakatnya.

-  Dominasi sistem pajak termasuk di negara-negara muslim. Hal ini membutuhkan penelitian rinci untuk menjelaskan posisinya dengan zakat.

-   Masalah kemiskinan di berbagai negeri muslim yang membutuhkan penegakkan dan pengembangan zakat sebagai solusi penyelesaian yang relevan.

-   Perlunya upaya menjadikan zakat sebagai hukum legal & instrumen APBN di masa kini.

Di antara buku-buku yang membahas zakat, buku Fiqhu az-Zakah yang disusun Dr. Yusuf al-Qardhawi merupakan rujukan sangat penting. Buku ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia. Fiqhu az-Zakah membahas zakat secara luas, mulai dari pendapat 4 madzhab, ijtihad penulis hingga pembahasan isu-isu kontemporer mengenai zakat.

Selain pembahasan dalam buku-buku, zakat juga menjadi perhatian serius dalam beberapa konferensi ilmiah umat Islam. Pada konferensi zakat ketiga yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia menghasilkan tiga pembahasan utama. Pertama, sistem kontrol keuangan zakat; kedua, efek kewajiban zakat dan hubungannya dengan pajak; ketiga, menyelidiki praktik di beberapa negara dalam mengelola pengumpulan dan distribusi zakat.

Zakat memiliki kaitan dampak yang luas pada berbagai unsur-unsur ekonomi, baik secara mikro maupun makro; berhubungan dengan aktivitas produksi, konsumsi, distribusi dan sirkulasi ekonomi. Oleh karena itulah zakat menjadi topik ekonomi Islam yang sangat banyak dibahas dan terus berkembang hingga hari ini.

 

B.      Larangan Riba dan Bunga Bank

Di antara dampak dominasi perekonomian Barat ialah menjamurnya bank di seluruh dunia. Pada awalnya, bank-bank yang ada menjadikan bunga/unsury/interest sebagai poros pendapatannya. Bank-bank tersebut menyediakan layanan jasa keuangan terutama pinjaman dengan syarat bunga.

Dalam pandangan Islam, praktik bank-bank konvensional tersebut mengandung pelanggaran dalam penerapan bunga. Pada praktiknya, bunga dari transaksi pinjaman merupakan riba yang dilarang tegas dalam Islam. Secara mikro maupun makro, penerapan bunga dalam transaksi bank ataupun aktivitas keuangan lainnya telah menimbulkan konflik serius hingga krisis negara. Sebab bunga alias riba merupakan transaksi yang menjadikan akad sosial sebagai bisnis, memastikan tambahan pada hal yang belum pasti dan cara meraih keuntungan tanpa usaha ril yang sepadan.

Para ulama muslim kontemporer membahas secara serius mengenai larangan riba dan bunga bank. Konferensi Penelitian Islam Internasional Kedua di Kairo yang dihadiri perwakilan-perwakilan dari puluhan negara muslim mengeluarkan hasil bahwa bunga bank adalah riba yang dilarang. Hasil serupa juga dikeluarkan oleh Majma’ Fiqih Islam OKI pada tahun 1985 yang dihadiri puluhan ahli fiqih dan ekonomi. Fatwa MUI di tahun 2004 sudah menegaskan bahwa bunga bank termasuk jenis riba yang harus ditinggalkan.

Para ahli ekonomi Islam pun mulai menawarkan konsep bank tanpa bunga & riba seperti M. Nejatullah Shiddiqi dalam bukunya Banking without Interest; Mohammad Uzair dalam bukunya An Outline of Interestless Banking; Afzalur Rahman dalam bukunya Banking and Insurance in Islam dan lain-lain. Pendirian bank-bank syariah pun mulai dilakukan sebagai solusi untuk menghadirkan lembaga jasa keuangan yang berdasarkan Islam dan bebas riba.

Selain bank, isu riba juga berkaitan dengan kebijakan moneter yang menggunakan instrumen suku bunga dalam pengaturannya. Ekonomi Islam menawarkan solusi berupa konsep bagi hasil (profit and loss sharing) sebagai transaksi yang adil, menguntungkan semua pihak dan melibatkan tanggung jawab bersama.

C.      Konsep dan Etika Ekonomi

Konferensi Internasional Pertama tentang ekonomi Islam memberi perhatian pada kerangka konseptual dan teoritis ekonomi Islam. Ekonomi Islam merupakan konsep & sistem ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai Islam yang bersandar pada Al-Quran, Hadits dan ijtihad fiqih. Islam sangat menjunjung akhlak dan etika, termasuk dalam ekonomi.

Konsep dan etika ekonomi Islam merupakan sebuah keunggulan dan jawaban atas berbagai kerugian dan kerusakan kehidupan manusia akibat penerapan ekonomi konvensional (kapitalisme dan sosialisme). Kapitalisme menganut prinsip liberal sehingga sering mengabaikan moral & kelestarian alam. Sosialisme menganut prinsip sentral dan penyamarataan sehingga cenderung mengabaikan kebebasan & hak individu. Meskipun ada upaya merevisi kedua sistem tersebut atapun mengkombinasikan, tetapi belum bisa menyelesaikan masalah ekonomi secara manusiawi dan adil.

Ekonomi Islam yang berbasis wahyu Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Adil, memberikan panduan (syariat) dan etika untuk menyelaraskan antara keuntungan materi dan tanggungjawab moral, kebebasan dan keadilan serta mengatur peran individu, pasar dan pemerintah secara seimbang.

Konsep & etika ekonomi Islam mengacu pada beberapa nilai:

1. Tauhid, yaitu kesadaran akan keberadaan Tuhan Alam Semesta sebagai Pencipta, Pemilik dan Penguasa semua sumber daya yang ada.

2.  Keadilan.

3.  Kebebasan.

4.  Tanggungjawab.

5.   Khilafah (peran pemerintah)

6.   Al-Falah (bertujuan untuk kebaikan dunia akhirat).

 

D.     Asuransi

Asuransi menjadi isu menarik bagi ekonom muslim dan ulama syariah karena dua hal, pertama: asuransi merupakan bentuk transaksi modern yang masyhur yang belum dikenal di masa klasik; kedua: asuransi menjadi penting sebagai teknik pembiayaan kerugian dalam proses manajemen resiko bagi individu maupun lembaga. Kajian mengenai asuransi pun dibahas untuk mengetahui definisi dan fiqihnya lalu mengembangkan mekanisme transaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

E.      Kerjasama Ekonomi Internasional

Negara-negara muslim di masa kini telah terbagi-bagi sesuai dengan wilayah kedaulatan politik dan administrasi masing-masing. Untuk menguatkan peran umat Islam di persaingan peradaban dunia khususnya bidang ekonomi, tentu memerlukan kerjasama ekonomi internasional. Kerjasama ini bertujuan untuk menguatkan sesama negara-negara muslim. Penguatan tersebut perlu dilakukan dalam bentuk ekspor-impor, investasi, penyaluran SDM, pengaturan mata uang dan lain-lain. Di Arab Saudi, didirikan Islamic Development Bank (al-Bank al-Islami lit-tanmiyah) untuk mengembangkan konsep jasa keuangan ekonomi Islam dan membantu pembiayaan pembangunan ekonomi negara-negara muslim.

Ø  Institusionalisasi Ekonomi Islam

A.      Pendidikan Ekonomi Islam  

Institusionalisasi pendidikan ekonomi Islam berkaitan erat dengan perkembangan ekonomi Islam sebagai disiplin ilmu. Penempatan ekonomi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu sebenarnya telah dimulai sejak pertengahan abad ke-20 dan mengalami puncaknya menjelang akhir abad ke-20. Perkembangan pendidikan ekonomi Islam bisa dilihat dari keberadaan lembaga-lembaga pendidikan yang mengkaji ekonomi Islam yang ada di negeri muslim maupun negeri non-muslim seperti Amerika, Inggris dan Australia.

Universitas-universitas di era modern mengembangkan kajian ekonomi Islam hingga menjadi program studi khusus yang sistematis. Contohnya International Islamic University di Pakistan, International Islamic University Malaysia dan lain-lain. Universitas-universitas tersebut mendidik para mahasiswa untuk menjadi ahli-ahli ekonomi Islam yang siap terjun ke masyarakat dan lapangan kerja.

Adapula lembaga-lembaga penelitian yang aktif pada pengembangan riset ekonomi Islam secara teliti dan berkelanjutan. Contohnya The International Centre fo Research in Islamic Economics (ICRIE), The Islamic Research and Training Institute (IRTI) dan The International Institute of Islamic Thought (IIIT). Lembaga-lembaga penelitian itu rutin membuat publikasi ilmiah dan forum-forum yang bertemakan isu-isu ekonomi Islam kontemporer.

B.      Lembaga Keuangan Islam

Institusionalisasi ekonomi Islam tidak cukup pada tataran pendidikan dan kajian saja, namun dipraktekkan dalam sebuah Lembaga Keuangan Islam (LKI). Kesadaran untuk menjalankan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan juga kebutuhan akan jasa keuangan yang tersistem, menjadi dorongan kuat untuk mendirikan berbagai LKI.

Dahulu kala, ada LKI seperti Baitul Mal yang mengelola ekonomi secara makro. Di era modern, lembaga bank dan pinjaman menjadi kebutuhan yang sulit dihindari. Umat Islam pun berinisiatif mendirikan LKI yang bersifat komersial atau sosial atau gabungan keduanya.

LKI yang bersifat komersial seperti bank syariah, pasar saham syariah, koperasi syariah dan baitul mal wa tamwil (BMT). LKI yang bersifat sosial seperti lembaga amil zakat (LAZ), asuransi syariah dan lembaga wakaf.

Tidak hanya berada di level mikro namun juga dilakukan usaha institusionalisasi di level makro. Contohnya pembentukan kementerian zakat, kementerian wakaf dan sukuk berbasis syariah untuk mendukung proyek pembangunan negara.

Pengawasan terhadap aktivitas LKI dilakukan oleh majelis ulama pakar dan dewan pengawas syariah. Fatwa-fatwa dan undang-undang juga dibentuk untuk memastikan LKI beraktivitas sesuai panduan syariah dan aturan legal.

Perkembangan ekonomi syariah akan terus maju sebagai sebuah solusi atas krisis ekonomi konvensional yang telah menimbulkan kesenjangan sosial-ekonomi yang besar dan eksploitasi merugikan. Tantangan ke depan bagi LKI ialah menyajikan narasi dan sistem yang konsisten secara prinsip, inklusif secara teknis, meningkatkan kualitas SDM, kreativitas dalam program jasa keuangan dan digitalisasi.

Referensi:

Dr. Yadi Janwari, Peradaban Ekonomi Islam Pada Masa Keemasan Dan Kebangkitan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017).