Air

Air adalah sarana bersuci yang aslinya bening, lembut, mengikuti warna wadahnya dan Allah ciptakan untuk menghilangkan haus saat meneguknya.

Air berdasarkan sumbernya memiliki 7 jenis yang terbagi dalam 2 golongan. Tiga jenis dari langit, yaitu air hujan, air salju dan air embun. Empat jenis dari bumi, yaitu air laut, air sumur, air sungai dan mata air.

Air yang paling utama adalah yang mengalir dari jari-jari Nabi, air zam-zam, telaga Kautsar, sungai nil dan sungai-sungai lainnya.

Air berdasarkan hukumnya:

1.      Air yang suci zatnya dan mensucikan untuk yang lain, disebut air thahur atau air mutlak.

·      Mutlak artinya air yang murni dan tidak terikat dengan sifat tertentu dimanapun letaknya. Lawannya adalah air muqayyad, yaitu air yang terikat dengan sifat tertentu seperti air mawar, kopi dan sirup, maka bukan disebut air mutlak dan tidak sah digunakan bersuci/thaharah.

·         Air mutlak ada yang tidak makruh dan ada pula yang makruh dalam penggunaannya. Air mutlak yang makruh digunakan ada empat yaitu:

a.       Air musyammas (air yang terkena panas matahari), dimakruhkan karena bisa menyebabkan penyakit kulit.

b.      Air yang terlalu panas dan terlalu dingin, dimakruhkan karena sulit digunakan untuk membasuh tubuh dengan sempurna.

c.       Air mutlak yang diperoleh dengan cara ghashab.

·        Syarat-syarat air musyammas yang dimakruhkan ada 9, jika hilang satu syarat maka tidak dimakruhkan. Syarat-syaratnya yaitu:

a.       Terkena efek panas matahari.

b.      Digunakan dalam kondisi panas yang matang.

c.       Digunakan untuk orang hidup.

d.      Berada dalam wadah yang terbuat dari logam seperti besi, tembaga dan timah, kecuali emas dan perak.

e.       Pemanasan terjadi di waktu panas.

f.        Digunakan untuk badan bukan pada pakaian.

g.       Pemanasan terjadi pada wilayah beriklim panas seperti Hijaz dan Hadhramaut.

h.      Masih ada air lain yang tidak makruh untuk bersuci.

i.        Tidak menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

‘Illah (makna terkandung) dari kemakruhan air musyammas: wadah air musyammas bisa menimbulkan karat yang menyebabkan kusta pada kulit. Namun Imam Nawawi berpendapat bahwa air musyammas tidak makruh karena tidak ada dalil naqli yang kuat mengenai kemakruhannya.

2.   Air yang suci zatnya tetapi tidak mensucikan yang lain, namanya air musta’mal. Air musta’mal merupakan air bekas dari thaharah yang wajib, contohnya air bekas wudhu untuk shalat wajib dan air bekas mandi junub. Hukum air musta’mal tidak sah untuk bersuci dalam rangka ibadah.

·        Syarat-syarat air musta’mal ada empat:

a.       Jumlahnya sedikit (kurang dari 2 qullah = 217 liter).

b.      Bekas digunakan dari thaharah wajib seperti menghilangkan hadats dan menghilangkan najis.

c.      Airnya sudah terpisah dari anggota badan.

d.      Tidak diniatkan untuk sekedar menciduk air, jika diniatkan untuk menciduk maka sisa cidukannya bukan air musta’mal.

·     Jika air mutlak bercampur menyatu dengan sesuatu yang suci maka hukumnya seperti air musta’mal. Jika air mutlak bercampur dengan sesuatu yang suci namun tidak menyatu maka tetap sah untuk bersuci. Jika air mutlak berubah karena bercampur dengan najis maka statusnya menjadi najis.

Air mutlak dianggap bercampur menyatu dengan zat lain ketika tidak bisa lagi dipisahkan atau tidak bisa dibedakan dalam penglihatan. Contoh: air bercampur dengan sirup, teh dan zat pewarna.

Adapun kondisi bercampur namun tidak menyatu yaitu air masih bisa dipisahkan dari zat yang mencampuri atau bisa dibedakan oleh penglihatan. Contoh: air bercampur dengan kayu, tanah, garam cair (bagian alami dari air) dan lain-lain.

  

3.      Air mutanajjis adalah air yang menjadi najis karena terkena benda-benda najis.

·         Kondisi-kondisi bertemunya najis dengan air:

a.       Jika jumlah air sedikit (kurang dari 2 qullah/ 217 liter), maka status air menjadi najis meskipun tidak berubah.

b.   Jika jumlah air banyak (2 qullah atau lebih) maka tidak menjadi air najis kecuali ada perubahan pada warnanya atau rasanya atau aromanya meskipun perubahannya sedikit.

c.   Jika najis tidak terlihat atau tidak terdeteksi atau bangkai hewan yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat, lalu mengenai air maka dimaafkan dan boleh digunakan untuk thaharah dengan 2 syarat:

-          Kedua benda tadi terkena air bukan karena disengaja.

-          Tidak terjadi perubahan yang nyata pada air.

Permasalahan?

Ø  Jika air berjumlah banyak dan terkena najis lalu kita ragu ‘Apakah airnya berubah atau tidak? Apakah bisa digunakan untuk bersuci?’

Jawaban: Iya, bisa digunakan untuk bersuci karena hukum asalnya adalah suci.

Ø  Jika air berjumlah banyak dan berubah karena sesuatu, dan kita ragu ‘Apakah berubah karena benda yang suci atau najis’, apa hukumnya?

Jawaban: Hukumnya suci karena hukum asal air adalah suci.

Ø  Jika air berjumlah banyak dan berubah karena najis kemudian kita ragu ‘Apakah perubahannya sudah hilang atau masih ada?’, apa hukumnya?

Jawaban: Hukumnya najis karena keberadaan najis sudah lebih pasti sebelumnya.

 

·        Cara mensucikan air yang najis ada tiga:

a.       Menjadi suci dengan sendirinya dalam waktu yang lama. Hal ini terjadi pada air yang berjumlah 2 qullah atau lebih.

b.      Menjadi suci karena dituangkan padanya air suci lain sehingga jumlahnya menjadi 2 qullah atau lebih.

c.       Menjadi suci dengan pengurangan bagian air yang najis dengan syarat air yang tersisa tidak kurang dari 217 liter.