Proses Perkembangan Ilmu Fiqih

 (Fase Khilafah Umayyah)

Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E


Fase ini didominasi oleh sahabat junior lalu tabi’in senior. Sahabat junior ialah sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang usianya masih kecil atau muda saat beriman di masa hidup Nabi, seperti Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan Usamah bin Zaid. Tabi’in senior ialah generasi muslim yang bertemu banyak sahabat Nabi. Melalui bimbingan para sahabat Nabi, telah banyak muncul generasi tabi’in yang mumpuni dalam ilmu fiqih. Para tabi’in mempelajari cara berijtihad dan mengumpulkan berbagai fatwa serta hasil ijtihad para sahabat. Jika mereka tidak menemukan suatu hukum dari ilmu dan fatwa yang mereka pelajari dari para sahabat maka mereka berijtihad.


Ulama fiqih tabi’in tersebar ke berbagai wilayah Islam kala itu. Di Mekkah ada ‘Atha bin Abi Rabah (murid Ibnu Abbas), di Madinah ada Sa’id bin Musayyab, di Yaman ada Thawus bin Kaisan (murid Ibnu Abbas), di Yamamah ada Yahya bin Abi Katsir, di Kufah ada Ibrahim An-Nakha’i, di Bashrah ada Hasan Al-Bashri dan di Syam ada Makhul bin Abi Muslim yang belajar melalui Mu’adz bin Jabal.


Persebaran ilmu syariah cukup pesat di fase ini. Di akhir fase ini, proses penulisan ilmu-ilmu syariah telah dimulai berupa hadits, fatwa sahabat, tafsir dan fiqih. Kitab terkenal yang telah ditulis di fase ini yaitu Muwattha susunan Imam Malik.


Di fase ini muncul 2 madrasah besar dalam pengajaran dan pengkajian fiqih, yaitu Madrasah Hijaz (Ahlul Hadits) dan Madrasah Irak (Ahlur Ra`yi) sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah.


Madrasah Hijaz berpusat di Madinah dan Mekkah. Guru utama dari Madrasah Hijaz ialah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar (Ibnu Umar), Aisyah dan Abdullah bin Abbas. Alumni Madrasah Hijaz: Sa’id bin Musayyab, ‘Urwah bin Zubair, Abu Salamah bin Abdurrahman, Nafi’ (maula Ibnu Umar), Al-Qasim dan lain-lain. Madrasah Hijaz merupakan cikal bakal madzhab Maliki, Syafi’i, Hanbali dan Zhahiri. Ciri khas Madrasah Hijaz:

- Tidak suka merekayasa permasalahan yang belum terjadi ataupun yang asing.

-   Berpegang teguh pada hadits dan riwayat.


Madrasah Irak berpusat di Kufah. Para sahabat yang berpindah ke Kufah menjadi guru-guru di madrasah ini, seperti Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud), Ali bin Abi Thalib dan lain-lain. Alumni madrasah Irak: ‘Alqamah An-Nakha’I, Al-Aswad, Masruq, Syuraih, Sya’bi, Ibrahim An-Nakha’i dan Sa’id bin Jubair. Madrasah Irak merupakan cikal bakal madzhab Hanafi. Ciri khas Madrasah Irak:

-    Banyak menyusun cabang-cabang permasalahan fiqih.

-  Kemampuan menjelaskan ‘illah atau makna hukum lalu membuat standar dan pengembangannya.

- Sedikit meriwayatkan hadits disebabkan kondisi di Irak saat itu terdapat penyebaran hadits-hadits palsu oleh orang-orang munafik dan hadits-hadits belum dibukukan secara rapi seperti sekarang.


Tersebarnya banyak sahabat Nabi ke berbagai wilayah yang jauh menyebabkan sulitnya terjadi ijma’. Menyebar pula saat itu riwayat hadits palsu dan dusta sehingga mendorong para ulama untuk menyusun cikal bakal ilmu musthalah hadits. Di fase ini juga muncul golongan sempalan dari kaum muslimin seperti Syi’ah dan Khawarij. Mereka memiliki aqidah menyimpang yang mempengaruhi cara ijtihad dalam fiqih. Syi’ah hanya berpegang pada hadits Ahlul Bait dan Khawarij memiliki kesalahan dalam masalah imamah/khilafah.

Referensi:

 د. ناصر بن عقيل الطريفي, تاريخ الفقه الإسلامي (الرياض: مكتبة التوبة, 1418)