Proses Perkembangan Ilmu Fiqih
(Fase Kejayaan)
Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E
Disebut fase kejayaan ilmu fiqih karena pada fase ini penyusunan sistem kajian ilmu fiqih mencapai kemapanannya dari segi perumusan metode ijtihad, pembahasan cabang permasalahan dan munculnya madzhab-madzhab fiqih. Bukan berarti sebelum fase ini hukum Islam tidak sempurna sebagaimana opini sebagian orientalis. Sebab ajaran Islam sudah sempurna semenjak Allah nyatakan pada Nabi Muhammad dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3 saat Haji Wada’,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian {QS. Al-Ma`idah : 3}.
Ada 6 faktor-faktor yang menjadikan ilmu fiqih berjaya dan unggul:
Perhatian para Khalifah Bani Abbasiyyah pada ilmu pengetahuan dan ulama/ilmuwan. Para pemimpin Khilafah Abbasiyyah di masa-masa awal adalah orang-orang yang sangat cinta ilmu dan menghargai para ahli ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Terkhusus perhatian pada ilmu fiqih dan fuqaha (ahli fiqih), mereka dimuliakan, arahan mereka dijadikan rujukan, diberi jabatan penting dalam pemerintahan dan bentuk apresiasi lainnya.
Khalifah Manshur dan Khalifah Harun Ar-Rasyid pernah meminta Imam Malik untuk bersedia menjadikan kitab Muwattha nya sebagai panduan fiqih bagi semua kaum muslimin. Namun Imam Malik menolaknya sebab fiqih memberikan ruang fleksibel untuk berbeda pendapat sebagaimana yang terjadi di zaman para sahabat selama dalam batasan ijtihad yang benar. Khalifah Harun Ar-Rasyid pernah meminta Abu Yusuf (murid Abu Hanifah) untuk menyusun fiqih keuangan negara yang kelak diberi nama Al-Kharaj.
Berkembanganya diskusi dan perdebatan mengenai pembahasan fiqih di antara para ulama di berbagai masjid dan forum ilmiah secara lisan maupun tulisan. Diskusi dan perdebatan mereka membawa kemajuan karena niatnya untuk mencari kebenaran dan dengan bekal ilmu yang cukup.
Menguatnya gerakan penulisan buku berbagai cabang ilmu syariah seperti tafsir, hadits, fiqih, kumpulan fatwa sahabat Nabi, kumpulan ijtihad hukum Khulafaur Rasyidun dan fatwa tabi’in. Berkembang pula penyusunan ilmu ushul fiqih yang ditandai dengan adanya buku Ar-Risalah karya Imam Syafi’i.
Adanya kemampuan untuk membuat kertas yang ditemukan oleh Fadhl bin Yahya di masa Khalifah Ma`mun. Teknologi pembuatan kertas mempermudah penulisan, penyimpanan dan penyebaran berbagai ilmu pengetahuan. Teknologi ini ditemukan umat Islam 200 tahun sebelum bangsa Eropa menemukannya melalui Andalusia.
Berkembangnya berbagai peristiwa dan permasalahan lebih pesat daripada sebelumnya sehingga memicu para ulama untuk berijtihad dan menghasilkan hukum-hukum pada berbagai permasalahan baru.
Munculnya para ulama dan imam mujtahid yang menghasilkan madzhab-madzhab fiqih. Mereka ialah: Nu’man bin Tsabit (Abu Hanifah), Abdurrahman bin Umar Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Lais bin Sa’d, Malik bin Anas, Sufyan bin ‘Uyainah, Muhammad bin Idris (Syafi’i), Abu Tsaur, Ahmad bin Hanbal, Daud Azh-Zhahiri dan lain-lain. Namun hanya empat ulama yang madzhabnya bertahan dan diamalkan secara luas oleh kaum muslimin hingga hari ini, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Salah satu faktornya karena empat madzhab tersebut yang paling sistematis, rapi dan para murid madzhab setia mengamalkan konsep ijtihad dari imam dan para guru madzhab.
Di fase ini, para ulama Hijaz, Irak, Syam dan wilayah lainnya bertemu dan bertukar pikiran sehingga memperkaya wawasan ilmu fiqih.
Referensi:
د. ناصر بن عقيل الطريفي, تاريخ الفقه الإسلامي (الرياض: مكتبة التوبة, 1418)