Memahami Perbedaan Dalam Fiqih

Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita jumpai beberapa praktik dalam menjalankan ajaran Islam yang beragam. Contohnya dalam shalat shubuh, ada yang membaca qunut pada rakaat kedua dan ada pula yang tidak melakukannya. Pada penentuan Ramadhan, ada yang berpatok pada keputusan pemerintah setempat dan ada yang menggunakan standar hilal global. Pada permasalahan muamalah, ada yang menyetujui wakaf menggunakan uang dan ada yang tidak menyetujuinya. Ada yang membolehkan zakat penghasilan dibayarkan tiap bulan dan ada yang menetapkan agar tetap dibayar setahun sekali jika sudah memenuhi nishab.

Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi dalam fiqih atau yang sering disebut ‘khilaf fiqih’. Khilaf artinya melakukan sesuatu yang bertentangan.dengan hal lain. Dalam penjelasan lain, khilaf atau ikhtilaf adalah suatu kondisi ketika setiap orang menempuh cara yang berbeda dari cara yang ditempuh orang lain dalam bentuk perkataan atau perbuatan. Adapun fiqih secara istilah ialah ilmu mengenai hukum-hukum syariat amaliah yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci.

Khilaf fiqih bisa diartikan, yaitu kondisi ketika setiap ulama mujtahid menggunakan madzhab yang berbeda dengan madzhab mujtahid lain dalam memahami suatu persoalan fiqih berdasarkan kajian  mereka pada dalil-dalil yang rinci. Dari makna ini, kita mengetahui bahwa khilaf fiqih itu terjadinya di antara para ulama ahli fiqih level mujtahid dan bukan terjadi pada orang-orang selain mereka. Adapun yang terjadi pada selain mereka (yaitu orang awam) ialah perbedaan pilihan dalam menganut madzhab fiqih.

Khilaf fiqih terbagi menjadi dua jenis: khilaf variasi dan khilaf kontradiksi.

Khilaf variasi ialah perbedaan pendapat fiqih yang tidak saling bertentangan dan semuanya benar. Dampak dari khilaf variasi adalah dalam menentukan mana yang lebih utama dari beberapa pendapat yang ada. Contoh khilaf variasi: riwayat qiroah Al-Quran, doa iftitah, doa tasyahud akhir, qunut shubuh, ragam cara shalat khauf, ragam jenis haji dan lain-lain. Semua hal itu bersifat pilihan sesuai dengan kecenderungan pada kekuatan dalil dan kondisi pelaksanaan. Variasi tersebut terjadi karena beberapa riwayat yang menjelaskan suatu ibadah atau amalan tidak hanya satu redaksi, setiap riwayat memiliki perbedaan namun tidak bertentangan serta semuanya valid dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Khilaf kontradiksi ialah perbedaan pendapat fiqih yang saling bertentangan dalam satu masalah yang implikasinya adalah menghukumi salah pada pendapat yang berbeda. Khilaf kontradiksi berlaku pada hukum umum (kondisi normal) dan tidak berlaku pada hukum darurat. Khilaf kontradiksi terbagi menjadi dua macam: khilaf yang boleh ditoleransi dan khilaf tercela yang tidak boleh ditoleransi.

Khilaf yang boleh ditoleransi yaitu pada perkara hasil ijtihad ulama yang tidak dtemukan padanya dalil-dalil qath’i (bermakna spesifik dan pasti) dari Al-Quran, As-Sunnah, Ijma’ atau Qiyas. Khilaf seperti ini banyak terjadi di antara ahli fiqih sehingga mereka mencapai kesimpulan hukum yang berbeda. Contoh persoalan dari khilaf kontradiksi yang boleh ditoleransi:

-   Kisah perintah Nabi untuk utusan agar melaksanakan shalat ashar jika sampai di Bani Quraizhah. Ada sahabat yang memahami tekstual yaitu shalat ashar harus dilaksanakan di wilayah Bani Quraizhah dan ada yang memahaminya sebagai isyarat untuk mempercepat perjalanan agar sampai pada tujuan bukan keharusan shalat ashar di tempat tujuan. Nabi mengetahui perbedaan tersebut dan tidak mencelanya.

-   Penetapan hukum talak dengan lafazh talak tiga dalam satu waktu. Mayoritas ulama menganggapnya sebagai talak tiga agar ada ketegasan sehingga orang-orang tidak meremehkan masalah talak sebagaimana yang diberlakukan oleh Khalifah Umar. Sebagian ulama lain seperti Zhahiriyyah menganggapnya sebagai talak satu karena diucapkan dalam satu waktu sebagaimana yang diberlakukan di masa Rasulullah dan Khalifah Abu Bakar.

Khilaf tersebut sesuai dengan sabda Nabi:

Jika seorang hakim (mujtahid) berijtihad lalu keputusannya benar maka ia mendapat dua pahala sedangkan jika dia berijtihad lalu hasilnya salah maka dia tetap diberi satu pahala (HR. Bukhari).

Tidak semua perbedaan dalam fiqih diperbolehkan untuk ditoleransi. Ada khilaf yang tercela dan harus dihindari yaitu khilaf yang terjadi bukan dari proses ijtihad yang benar. Ijtihad yang benar dibangun dari sumber dalil yang valid dan cara memahami yang sesuai dengan kaidah ushul fiqih. Sebab khilaf fiqih yang tercela karena didasari kebodohan (kurang ilmu), mengikuti pendapat yang menyimpang serta menuruti prasangka & hawa nafsu.

Keberadaan khilaf fiqih dalam kehidupan manusia merupakan bagian dari takdir Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Allah telah menurunkan syariat yang bagian furu’nya (cabang) menjadi wilayah zhanniyyat (multi tafsir) sehingga membuka peluang ijtihad bagi para ahlinya. Adanya khilaf fiqih bukan berarti ajaran Islam kontradiktif namun menunjukkan bagian dari fleksibilitas Islam yang menyediakan pilihan-pilihan yang sesuai dengan kondisi tempat dan zaman. Pada kenyataannya, permasalahan yang dihadapi umat Islam membutuhkan solusi yang berbeda akibat perbedaan tempat dan zaman meskipun judulnya sama. Tentu berbeda pemilihan hukum fiqih muamalah bagi masyarakat muslim yang mayoritas dengan masyarakat muslim yang minoritas.

Umar bin Abdul Aziz pernah mengatakan,”Saya tidak menyukai jika para sahabat Rasulullah tidak memiliki perbedaan pendapat, karena jika mereka berpegang pada satu pendapat saja maka manusia akan merasa sempit, sebab mereka (para sahabat) adalah para pemimpin umat yang diikuti. Jika seseorang mengambil salah satu pendapat mereka maka hal itu dibolehkan”. Abu Umar mengatakan,”Perkataan tersebut berlaku pada perkara yang diperbolehkan menggunakan ijtihad”. Adapun pada perkara yang tidak diperkenankan berbeda ialah bab aqidah, iman dan prinsip-prinsip utama.

Meskipun khilaf fiqih memiliki ruang yang luas dan fleksibel, tapi kita harus berusaha semampunya untuk mengkaji dalil dari Al-Quran, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Jika ada pendapat-pendapat yang berbeda dan masing-masing memiliki dalil yang kuat maka wajib untuk memilih yang lebih mendekati Al-Quran & As-Sunnah. Jika seseorang tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengkaji dalil-dalil syariat maka  ia harus bertaqlid pada madzhab fiqih yang diakui kredibilitasnya.

Mari bersatu dalam aqidah, toleransi dalam fiqih dan menjaga persaudaraan umat Islam.

Referensi:

المعجم الوسيط

مفردات ألفاظ القرآن

كشاف اصطلاحات الفنون والعلوم

رسالة الماجستير"قاعدة مراعاة الخلاف وأثرها في الفقه الاسلامي

خلاف الأمة في العبادة ومذهب أهل السنة والجماعة

جامع بيان العلم و فضله