Pengenalan Ilmu Syariah

Perbedaan Istilah Fiqih dan Syariah

Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E

Kita sering mendengar istilah fiqih dan syariah dalam kajian Islam, namun apakah keduanya merupakan sinonim dengan makna yang sama atau masing-masing memiliki makna tersendiri?

Fiqih secara bahasa berasal dari kata faqiha – yafqahu (فقه - يفقه)  yang artinya paham (الفهم), sebagaimana makna ini muncul dalam firman Allah Ta’âla:

وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي<> يَفْقَهُوا قَوْلِي<>

dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku () supaya mereka memahami perkataanku, () {QS. T̠a Ha : 28-29}

Fiqih secara bahasa lebih khusus daripada kata ilmu (pengetahuan), karena fiqih adalah pemahaman terhadap sesuatu yang tersirat dibalik sesuatu yang tersurat, menemukan makna tersembunyi melalui sesuatu yang terlihat atau terdengar.

Fiqih secara istilah adalah:

العلم بالأحكام الشرعية العملية من أدلتها التفصيلية

Ilmu yang membahas hukum-hukum syariah amaliah yang diambil dari dalil-dalilnya yang rinci/spesifik.

Syariah secara bahasa bermakna jalan yang jelas dan terang benderang. Lalu kata ‘syariah’ dialih gunakan untuk makna sebuah jalan menuju Tuhan. Maka syariat Islam adalah jalan yang mengantarkan manusia menuju Allah dan menjelaskan rute yang benar di dunia sehingga bisa sampai pada kesuksesan akhirat.

Syariah lebih umum maknanya daripada fiqih, sebab syariah secara istilah bermakna:

ما شرع الله تعالى لعباده من دين سواء أكان عقيدة وتوحيدا أم فقها أم آدابا وأخلاقا إسلامية

Segala sesuatu yang diatur Allah atas hamba-hambaNya berupa agama baik berkaitan dengan aqidah & tauhid atau fiqih atau adab & akhlak Islami.

Ilmu fiqih berfokus pada pembahasan hukum-hukum amaliah (perbuatan manusia yang relatif tampak atau terindra) seperti wudhu, shalat, membaca Al-Quran, zakat, puasa, perdagangan, pernikahan, sanksi kriminal, kepemimpinan dan lain-lain. Sedangkan syariah lebih luas daripada itu, karena ia mencakup hukum-hukum aqidah (keyakinan yang relatif gaib) dan hukum-hukum amaliah.

Di perkuliahan ilmu Islam, kata ‘syariah’ sangat erat dengan kata ‘fiqih’, bahkan terdapat fakultas syariah yang memiliki kurikulum yang didominasi mata kuliah fiqih. Namun pada dasarnya, syariah tidak terbatas pada fiqih saja, ilmu-ilmu lain seperti aqidah, tafsir, hadits dan akhlak juga merupakan bagian dari syariah Islam yang tak terpisahkan.

Referensi:

 د. ناصر بن عقيل الطريفي, تاريخ الفقه الإسلامي (الرياض: مكتبة التوبة, 1418).


Keutamaan Fiqih Islam 

dan Keistimewaannya

Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E

Kehidupan manusia membutuhkan aturan agar perilakunya teratur dan terarah dengan baik sehingga tidak melampaui batas dan menghasilkan kerugian. Untuk tujuan itulah Allah yang Maha Adil menurunkan agama dan mewajibkan manusia untuk mempelajari dan melaksanakan aturan di dalamnya. Agama yang Allah turunkan mengandung aturan yang sangat lengkap, mulai dari urusan pribadi, keluarga, masyarakat hingga tatanan pemerintahan untuk menjaga stabilitas hukum dan menjamin hak-hak asasi manusia. Semua aturan tersebut dipelajari dalam Fiqih Islam.

Keutamaan dan keistimewaan Fiqih Islam ada 5, yaitu:

1.      Sumbernya berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Semua aturan dan hukum Islam memiliki dasar dari Al-Quran atau Sunnah (petunjuk) RasulNya Muhammad atau ijtihad ulama yang bersumber dari keduanya. Maka aturan yang berpijak pada Fiqih Islam akan stabil dan konsisten, sedangkan aturan yang hanya berpijak dari usaha manusia biasanya labil dan berpotensi kontradiktif, sebab manusia sehebat apapun tetaplah memiliki kelengahan dan kelalaian sedangkan Allah tidak pernah lengah dan lalai.

2.      Mencakup semua persoalan kehidupan.

3.      Sesuai dengan fitrah penciptaan manusia. Allah berfirman,

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ <>

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui () {QS. Ar-Rûm : 30}.

Fitrah manusia yang ada sejak awal penciptaannya adalah mentauhidkan Allah subhânahu wa ta’âla. Fitrah ini ada pada semua manusia apapun kondisinya, hanya saja kondisi orangtua atau lingkungan yang buruk lalu membuatnya menyimpang dari fitrah tauhid. Maka hanya Islam lah yang mengajarkan dan menjaga fitrah tersebut.

4. Mampu memberikan solusi penyelesaian semua masalah dan tuntutan kehidupan. Sesuai karakter Islam yang selalu relevan dan cocok untuk setiap waktu dan tempat serta memperhatikan semua maslahat dan kebutuhan manusia. Hal ini pasti kita temukan jika kita mengkaji Fiqih Islam dengan niat dan cara yang benar. Meskipun persoalan manusia selalu berkembang dan baru namun ajaran Islam menyediakan hukum & aturan untuk mengaturnya melalui ijtihad para ulama.

5. Memudahkan dan menghilangkan kesempitan serta beban. Allah berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama (Islam) suatu kesempitan () {QS. Al-Hajj : 78}

Referensi:

 د. ناصر بن عقيل الطريفي, تاريخ الفقه الإسلامي (الرياض: مكتبة التوبة, 1418).

Aturan Manusia Sebelum Nabi Muhammad Datang Membawa Islam

Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E 

Sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dengan ajaran Islam, bangsa Arab maupun bangsa lain pada umumnya didominasi aturan yang berasal dari adat dan tradisi turun-temurun.

Di masa itu, bangsa Arab telah memiliki aturan mengenai keluarga, ekonomi, sanksi dan pengadilan.

Dalam aturan keluarga, ada pernikahan, cerai dan waris. Pernikahan saat masa jahiliyyah ada empat jenis:

-      Pernikahan yang umum seperti zaman sekarang, yaitu seorang pria melamar perempuan melalui walinya kemudian menikahinya dengan mahar.

-      Pernikahan istibd̠â’, yaitu seorang suami menyuruh istrinya yang sudah suci dari haid untuk mendatangi laki-laki lain agar bersetubuh dengannya. Lalu suaminya menjauhinya hingga diketahui status kehamilannya dari persetubuhan tersebut. Jika istrinya hamil maka suami tersebut akan menyetubuhinya jika dia mau. Pernikahan seperti ini bertujuan untuk mendapatkan anak.

-      Pernikahan jenis ketiga yaitu sekumpulan laki-laki (kurang dari 10) mendatangi seorang perempuan lalu mereka menyetubuhinya. Apabila hamil dan melahirkan maka setelahnya semua laki-laki tersebut harus berkumpul di hadapan si perempuan, lalu si perempuan memilih satu dari mereka untuk menjadi ayahnya dan laki-laki yang ditunjuk tidak bisa menolak.

-      Pernikahan jenis keempat menyerupai jenis ketiga, perbedaannya dalam hal penentuan laki-laki yang akan menjadi ayah bagi si anak yang lahir. Penentuan pada pernikahan ini berdasarkan tingkat kemiripan fisik. Semakin mirip maka dialah yang dipilih menjadi ayah.

Perceraian juga ada di masa jahiliyyah, saat itu wanita yang dicerai tetap dilarang menikah lagi dengan pria lain. Jumlah perceraian (talak) tidak dibatasi dan seorang laki-laki boleh semaunya mencerai dan rujuk istrinya. Begitu pula perkara khulu’, i̠la` dan z̠ihar belum ada aturan & batasan yang jelas.

Pembagian waris di masa itu hanya untuk putra tertua dan perempuan tidak mendapat bagian. Jika tidak ada putra ahli waris, maka warisan dialihkan pada kerabat laki-laki terdekat  dan kadang diambil alih oleh dia yang paling kuat pengaruhnya.

Dalam perekonomian, bangsa Arab saat itu telah mengenal jual-beli, kerjasama dagang dan praktik riba. Jual-beli saat itu banyak yang mengandung gharar seperti munâbadzah, mulâmasah, jual-beli menggunakan batu dan jual-beli najasy.

Dalam sanksi pembunuhan, bangsa Arab jahiliyyah menerapkan qishash namun tidak hanya pelaku saja yang terkena sanksi, bahkan bisa melibatkan pembalasan pada anak dan saudara-saudaranya.

Adapun perkara sanksi dan pengadilan, kala itu belum ada lembaga khusus yang menjadi pelaksananya. Jika kejahatan berat maka diserahkan pada pihak yang memiliki kekuatan untuk melaksanakan sanksi dan pengadilan. Suku Quraisy terkenal sebagai pemilik kekuatan dalam penegakan hukum di antara bangsa Arab. Kabilah-kabilah lain menyerahkan penegakan hukum pada orang-orang yang memiliki pemikiran cerdas dan kebijaksanaan serta mempertimbangkan adat yang berlaku. Selain itu, bangsa Arab saat itu juga merujuk pada dukun dalam menyelesaikan perkara mereka di masa jahiliyyah.

Aturan yang berlaku pada bangsa Arab di masa itu tidak berbentuk undang-undang tertulis. Aturan mereka berbentuk adat dan tradisi turun-temurun yang berlangsung lama, eksperimen dan percobaan, kepercayaan dan dipengaruhi pula oleh interaksi dari Persia, Romawi atau Yahudi dan Nasrani.

Penegakan hukum di masa itu didominasi berdasarkan kekuatan bukan kebenaran layaknya hukum rimba. Hingga muncul sebuah peristiwa Hilful Fud̠ul 20 tahun sebelum kenabian Muhammad. Peristiwa ini mengangkat bangsa Arab lebih mulia daripada sebelumnya dalam semangat penegakan hukum.  

Hilful Fud̠ul adalah sebuah peristiwa berkumpulnya tokoh-tokoh Quraisy di rumah Abdullah bin Jad’ân untuk bersumpah. Isi sumpahnya ialah saling berjanji untuk tidak membiarkan di Mekkah ada orang yang dizhalimi, baik penduduknya maupun pendatang melainkan harus ditolong dan dilindungi hingga mendapatkan hak-haknya kembali.

Aturan pada bangsa selain Arab kala itu diambil dari warisan aturan & undang-undang generasi sebelumnya. Sebagian juga mengambil dari ajaran Nabi-Nabi sebelumnya seperti kaum Yahudi dan Nasrani. Undang-undang yang terkenal di masa itu ialah undang-undang Romawi, Yunani dan Sasani (Persia).

Fenomena kezhaliman dimana-mana akibat jauhnya manusia dari aturan Tuhan Sang Pencipta dan mengandalkan akal & kemampuan mereka yang serba terbatas, maka sudah seharusnya hukum Allah Sang Pencipta ditegakkan di muka bumi. Maka telah Allah utus RasulNya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memperbaiki kondisi manusia yang jauh dari petunjuk Allah dan mengembalikannya pada tujuan penciptaan, yaitu beribadah kepada Tuhan Pencipta manusia semata.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ <>

Dan tiadalah Allah mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam () {QS. Al-Anbiya : 107}

Referensi:

 د. ناصر بن عقيل الطريفي, تاريخ الفقه الإسلامي (الرياض: مكتبة التوبة, 1418)

Manusia Membutuhkan 

Syariah Islam

Oleh: Ahmad Faisal, Lc, M.E

Ketika banyak terjadi kerusakan di darat dan laut, pelanggaran terhadap hak asasi, harta, kehormatan dan fisik menjadi pemandangan dimana-mana, kehidupan manusia menjadi sangat tertekan dan menderita. Maka manusia pun merindukan agama dan aturan yang sesuai dengan fitrah penciptaan mereka sehingga bisa bahagia dunia-akhirat. Agama dan aturan yang mewujudkan kesetaraan dan keadilan dan anti diskriminasi. Maka datanglah ajaran yang dibawah oleh Nabi utusan Allah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjawab dan menyelesaikan semua persoalan tersebut. Tidak hanya di abad ke 7 masehi, bahkan di abad ke 21 pun ajaran Nabi Muhammad masih dibutuhkan dan sesuai untuk menjawab berbagai masalah umat manusia.

Islam mengajarkan aqidah dan ibadah yang benar, sehingga keyakinan mereka bukan berdasarkan khayalan, mitos dan hal-hal tidak rasional. Ibadah mereka menuju satu Tuhan Sang Pencipta, sehingga semua sama di hadapan Allah dan tidak ada yang berhak mendominasi karena warna kulit, ras dan status sosial semaata, sebab ukuran kemuliaan adalah ketakwaan.

Islam mengajarkan transaksi harta yang benar, menghapus riba dan pelanggaran atas harta dalam bentuk kecurangan. Islam meletakkan aturan pernikahan dan cerai yang tepat untuk menjamin kehidupan keluarga yang mulia penuh cinta dan rahmat.

Islam mengatur hukum pidana atas perbuatan kriminal berupa qishash, diyat dan sanksi hudud untuk mewujudkan keamanan dan keselamatan dalam masyarakat. Pengadilan Islam dibangun diatas semangat keadilan dan kejujuran. Islam mengatur tentang jihad sebagai sarana untuk membasmi kekuatan jahat yang menghalangi tersebarnya Islam dan keadilan. Semua hal tersebut untuk kebaikan hidup manusia, adapun Allah tak butuh semua itu.

Hari ini, kita masih temukan umat manusia terombang-ambing dalam gelombang kekacauan layak orang yang akan tenggelam akibat aturan yang dibuat oleh logika hawa nafsu mereka sendiri. Mereka ingin selamat dari gelombang tersebut namun belum mendapat solusi karena solusinya masih berdasarkan aturan manusia semata.

Sistem liberal-kapitalisme dengan lembaga ribawinya yang tidak mengayomi, ia bahkan menghisap kekayaan manusia tanpa henti dengan cara apapun untuk mencapai keuntungan materi. Sistem ini yang suka menyuarakan kebebasan menyimpang dari jalan yang benar. Sistem sosialis-komunis yang menabrak nilai & norma serta fitrah manusia. Individu dihalangi untuk menikmati kepemilikan pribadi dan menentang agama.

Sesungguhnya manusia dari dulu hingga hari ini dan hari kiamat, mereka membutuhkan solusi yang bisa membebaskan mereka dari berbagai permasalahan & penderitaan di berbagai bidang kehidupan. Manusia membtuhkan solusi dan tidak ada solusi kecuali syariah Islam, karena Islam berasal dari Allah Pencipta manusia yang tidak punya kepentingan dan hubungan kekerabatan dengan siapapun.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ <>

 Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? () {QS. Al-Mâ`idah : 50}

Referensi:

 د. ناصر بن عقيل الطريفي, تاريخ الفقه الإسلامي (الرياض: مكتبة التوبة, 1418)