Wudhu

Wudhu secara bahasa bermakna bagus & indah atau sebuah nama untuk perbuatan membasuh sebagian anggota tubuh. Adapun secara istilah wudhu adalah

اسم لِغسل أعضاء مخصوصة بنية مخصوصة على وجه مخصوص

Aktivitas membasuh bagian tubuh tertentu dengan niat tertentu dan cara tertentu.

Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pernah menyebutkan keutamaan-keutamaan wudhu dalam hadits, di antaranya:

لا يُسبغ عبد الوضوء إلا غفر له ما تقدّم من ذنبه وما تأخّر (أخرجه البزار في مسنده رقم ٤٢٢).

Tidaklah seorang hamba menyempurnakan wudhu kecuali dihapuskan baginya dosanya yang telah berlalu dan akan datang (HR. Bazzar dalam Musnadnya dengan nomor hadits 422).

من تَوَضأ فأحسن الوضوء خرجت خطاياه من جسده حتى تخرج من أظفاره (رواه مسلم رقم ٢٤٥).

Barangsiapa berwudhu lalu memperbagus wudhunya niscaya keluar kesalahan-kesalahannya dari jasadnya hingga mengalir melalui ujung jari-jarinya (HR. Muslim no. 245).

Permasalahan?

Ø  Apa sebab yang mewajibkan wudhu, hadats atau adanya kehendak untuk melakukan shalat?

Jawaban: Pendapat utama menyatakan bahwa sebab yang mewajibkan wudhu adalah adanya kewajiban menghilangkan hadats yang merupakan syarat sah shalat. Adapun munculnya kehendak untuk melakukan shalat merupakan syarat untuk menyegerakan berwudhu.

 

Rukun adalah bagian inti dari sesuatu. Jika hilang sebagian rukun maka sesuatu tersebut dianggap tidak ada. Dalam ibadah, hilangnya sebagian rukun menyebabkan ibadah tidak sah.

Rukun-rukun wudhu ada enam, empat berdasarkan Al-Quran yaitu: membasuh wajah, kedua tangan, mengusap sebagian kepala dan membasuh kedua kaki. Dua rukun lainnya berdasarkan As-Sunnah (hadits) yaitu: niat dan tertib/berurutan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ 

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai dengan siku, dan usaplah kepala kalian dan (basuh) kakim kalian sampai dengan kedua mata kaki, {QS. Al-Ma`idah: 6}.

Berikut ini penjelasan mengenai rukun-rukun wudhu.

1.      Niat

Orang yang berwudhu berniat untuk menghilangkan hadats atau bersuci untuk shalat atau untuk sekedar berwudhu saja. Niat dihadirkan ketika hendak membasuh muka pertama kali, karena niat letaknya sebelum rukun awal ibadah.

Niat adalah bermaksud untuk sesuatu diiringi perbuatannya secara langsung, sedangkan ‘azmu (tekad) adalah bermaksud untuk sesuatu tanpa diiringi perbuatannya secara langsung. Niat adalah aktivitas hati, namun ada anjuran untuk mengucapkannya dalam rangka menguatkan niat dalam hati.

Niat dianggap sah dengan 6 syarat:

a.       Muslim

b.      Mumayyiz, yaitu orang yang akalnya sudah bisa berfungsi untuk membedakan mana yang baik & buruk.

c.       Memiliki ilmu mengenai sesuatu yang diniatkan.

d.      Tidak melakukan sesuatu yang membatalkan niat.

e.       Bersifat pasti.

f.        Sebab yang terwujud nyata.

Niat memiliki fungsi penting dalam ibadah & amalan yaitu sebagai pembeda antara ibadah & kebiasaan serta pembeda antar jenis-jenis ibadah.

2.      Membasuh wajah.

Batasan membasuh wajah:

-          Secara vertikal, dari tempat tumbuhnya rambut depan hingga ujung dagu (tempat jenggot bertumbuh).  Jika memiliki jenggot yang tidak lebat, maka wajib pula membasuhnya.

-          Secara horizontal, bagian di antara dua telinga.

 

3.      Membasuh kedua tangan hingga siku.

 

4.      Mengusap sebagian kulit kepala atau rambut.

 

5.      Membasuh kedua kaki hingga mata kaki.

 

6.      Tertib/berurutan.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم biasa berwudhu secara berurutan.


Permasalahan?

Ø  Apakah wudhu harus selalu dilakukan berurutan?

Jawaban: Ada satu kondisi yang tidak mengharuskan wudhu secara berurutan yaitu ketika seseorang menyelam ke dalam air sambil berniat wudhu. Menurut Nawawi wudhu dalam kondisi seperti itu sah meskipun menyelamnya hanya sebentar, sedangkan menurut Rafi’i harus menyelam dalam beberapa saat.


Sunnah adalah perintah syariah yang bersifat tidak tegas, jika dilakukan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa namun terlewat dari kesempatan untuk menyempurnakan amalan.

Sunnah-sunnah wudhu berjumlah banyak dan perlu dilakukan untuk mencapai kesempurnaan wudhu.

Beberapa sunnah wudhu di antaranya:

1.  Membaca basmalah dan ta’awwudz sebelum wudhu.

2.  Bersiwak sebelum wudhu.

3.  Membasuh kedua telapak tangan sebelum madhmadhah dan istinsyaq.

4. Melakukan madhmadhah dan istinsyaq. Madhmadhah adalah berkumur-kumur lalu menyemburkannya. Istinsyaq adalah menghirup air dengan hidung lalu mengeluarkannya (istintsar) langsung lewat hidung. Disunnahkan madhmadhah  hingga bagian langit-langit mulut, gigi dan gusu. Disunnahkan istinsyaq hingga mencapai rongga hidung. Sunnah tersebut dianjurkan bagi orang yang tidak berpuasa.

5.     Melakukan setiap gerakan wudhu sebanyak 3 kali.

6.     Mengucapkan niat wudhu.

7.     Mengusap wajah dari bagian atas.

8.     Mengambil air dengan kedua tangan sendiri.

9.     Menyela-nyela jari-jari tangan.

10. Melebihkan bagian yang dibasuh/diusap dari batas yang wajib.

11.  Menggosokkan air ke bagian wudhu.

12.  Menyela-nyela jenggot lebat.

13.  Mendahulukan bagian kanan sebelum kiri.

14.  Mengusap semua bagian kepala.

15.  Mengusap kedua telinga.

16.  Mengusap tengkuk leher.

17.  Menyela-nyela jari-jari kaki.

18.  Beruntun dari suatu gerakan ke gerakan lain.

19.  Menghadap kiblat.

20.  Hemat dalam menggunakan air.

21.  Tidak berbicara saat wudhu.

22.  Air yang digunakan tidak kurang dari 1 mud (sekitar 0,875 liter).

Wudhu disunnahkan sebelum melakukan beberapa aktivitas seperti tidur, membaca Al-Quran, menghadiri majlis ilmu & dzikir dan lain-lain. Disunnahkan menjaga wudhu dan memperbaruinya jika telah batal wudhunya.

Syarat adalah hal yang harus dipenuhi agar ibadah & amalan menjadi sah, namun syarat bukan bagian inti dari suatu ibadah atau amalan.

Syarat-syarat wudhu yaitu:

1.      Islam, maka tidak sah wudhu dari orang kafir.

2.      Mumayyiz.

3.      Suci dari haidh dan nifas.

4.      Bersih dari hal-hal yang menghalangi sampainya air ke kulit.

5.      Bersih dari zat-zat yang bisa merubah sifat air seperti sabun, tinta dan lain-lain.

6.      Mengetahui hukum kewajiban wudhu.

7.      Mengetahui rukun-rukun wudhu.

8.      Air yang digunakan bersifat thahūr (suci zatnya dan bisa mensucikan yang lain).

9.      Menghilangkan najis yang ada pada tubuh.

10.  Mengalirkan air ke seluruh anggota wudhu.

11.  Berwudhu dengan niat yang pasti.

12.  Menjaga niat dari awal hingga akhir wudhu.

13.  Tidak berniat dengan mengaitkan pada syarat tertentu (ta’liq).

14.  Masuk waktu shalat.

15.  Beruntun.

Syarat nomor 14 & 15 berlaku bagi orang-orang tertentu seperti perempuan yang mengalami istihādhah dan orang yang terkena penyakit sulit menahan kencing (bocor di luar kendali).

Permasalahan?

Ø  Jika seseorang ragu akan kesuciannya dan yakin dalam kondisi hadats atau ragu dengan kondisi hadats dan yakin pada kondisi sucinya, apa hukumnya?

Jawaban: Hukumnya adalah sesuai dengan yang diyakini dan bukti nyata. Jika yang diyakini adlaah suci dan ada bukti nyatanya maka kondisinya adalah suci, sebaliknya jika yang diyakini hadats dan ada bukti nyatanya maka kondisinya adalah hadats.

 

Ø  Jika telah berlalu waktu yang lama dan telah terjadi hadats dan wudhu namun ragu mana yang lebih awal atau yang lebih akhir, apa hukumnya?

Jawaban: Sebaiknya menganggap sedang hadats lalu berwudhu.

 

Pembatal adalah hal-hal yang bisa menghilangkan keadaan asal sesuatu. Maksud dari pembatal wudhu adalah sebab-sebab yang mengakibatkan berakhirnya kondisi wudhu. Pembatal wudhu ada empat macam:

1.    Keluarnya sesuatu dari qubul dan dubur, apapun bentuk zatnya dengan cara yang biasa atau tidak biasa, basah atau kering kecuali mani (karena keluarnya mani mewajibkan mandi).

2.      Hilangnya kesadaran akal karena tidur atau sebab lainnya seperti gila, pingsan, mabuk dan lain-lain.

Ada pengecualian kondisi tidur yang tidak membatalkan wudhu, yaitu dengan 4 syarat:

-          Dalam posisi duduk dan pantatnya menempel pada lantai atau tanah.

-          Orang tersebut memiliki ukuran badan proporsional (tidak terlalu kurus atau terlalu gemuk).

-          Bisa bangun dalam kondisi duduk yang tidak berubah.

-          Tidak ada informasi bahwa dia kentut ketika tidur ataupun berhadats lainnya.

3.      Persentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang sudah baligh yang hubungan keduanya adalah non-mahram tanpa ada pembatas (kain dan sebagainya).

Permasalahan?

Ø Jika persentuhan kulit terjadi pada bagian tubuh yang terpotong, apa hukumnya?

Jawaban: Jika bagian tubuh yang terpotong melebih setengah tubuh maka menyentuhnya menjadi batal menurut Ibnu Hajar Al-Haitami. Adapun menurut Ramli, hukumnya batal jika potongan tersebut layak disebut sebagai bagian dari laki-laki atau perempuan.

 

4.      Menyentuh qubul manusia atau lubang dubur dengan telapak tangan atau jari tangan. Dalam hal ini yang batal adalah yang menyentuh bukan yang disentuh.