Spirit of Idul Adha:

Keluarga Tangguh dan Peradaban Mendunia

Menurut ahli dalam bidang ketahanan nasional bahwa ketahanan keluarga adalah tumpuan ketangguhan suatu negara. Keluarga yang tangguh mampu bertahan menghadapi berbagai masalah hidup dengan baik sehingga anggota-anggota di dalamnya tumbuh menjadi orang-orang yang bahagia, berkualitas dan bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.

Keluarga yang rapuh dan retak akan memunculkan orang-orang yang terganggu mental dan jiwanya lalu berpotensi menimbulkan masalah bagi dirinya dan masyarakat. Kita pernah mendapat berita bagaimana seorang anak yang tega menindas orang lain hingga kondisinya nyawanya kritis. Usut diusut ternyata keluarganya memiliki gaya hidup hedonis dan mengambil harta dengan cara yang tidak patut.

Dalam momentum Idul Adha, kita teringat akan keteladanan keluarga tangguh Nabi Ibrahim alaihis salam. Keteladanannya terukir dengan tinta emas dalam sejarah. Bahkan Tuhan memerintahkan kita untuk meneladaninya,

 قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُ 

"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya" {QS. Al-Mumtahanah : 4}.

Ahli tafsir menjelaskan yang dimaksud orang-orang yang bersama dengannya adalah orang-orang terdekat atau para pengikutnya yang beriman. Tentu keluarganya masuk dalam makna ini seperti istrinya dan anak keturunannya.

Keteladanan Ibrahim dimulai dari pribadinya sebagai pemuda yang teguh dalam menjaga aqidah tauhid. Tantangan dari ayahnya dan masyarakatnya yang musyrik dihadapinya dengan penuh kesabaran sembari tetap mengajak agama yang lurus. Keteguhannya dalam menegakkan tauhid dan menolak syirik berkonsekuensi pada eksekusi dibakar hidup - hidup. Saat itulah keajaiban datang, api tak mampu membakarnya bahkan menjadi sejuk atas izin Sang Pencipta. Tetapi yang lebih berat adalah ia harus hijrah meninggalkan orang tuanya karena pertentangan prinsip yang terlalu tajam. Meski demikian, hatinya tetap berharap kebaikan pada orang tuanya.

Keteladanan berikutnya diukir saat menjalani kehidupan pernikahan. Pernikahan pertama dengan Sarah penuh ujian kesabaran dalam menanti datangnya seorang anak yang belum kunjung lahir. Demi mendapatkan keturunan yang akan melanjutkan risalah Allah, maka Ibrahim pun berunding dengan Sarah untuk menikah lagi dengan Hajar. Ibrahim dan Hajar menjalani kehidupan rumah tangga hingga tiba di sebuah tanah tandus di Jazirah Arab. Di sana lahirlah anak yang dinanti bernama Ismail. 

Ujian berikutnya pun hadir menyusul, belum lama berbahagia bersama istri & anak yang dinanti, Ibrahim harus menjalankan tugas dari Allah di tempat lain. Dalam kondisi yang sangat gersang, tentunya berat bagi seorang suami meninggalkan istri dan bayinya yang masih lemah. Namun Hajar tetap sabar dan tegar serta berusaha ridha dengan kepergian suaminya karena tugas dari Allah subhanahu wa ta'ala. 

Allah pun tidak akan menelantarkan hambaNya, di tengah usaha mencari sumber air untuk menenangkan Ismail kecil yang kehausan, ternyata keajaiban justru muncul dari hentakan kaki sang bayi. Dari hentakan itu muncul mata air zam-zam yang penuh keberkahan.

Beberapa waktu kemudian, kembalilah Ibrahim ke Mekkah melepas rindu pada keluarganya. Saat itu Ismail telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Rasa cinta dan bangga yang berpadu mewarnai pertemuan itu.

Allah pun menguji kembali keluarga Ibrahim sebagaimana yang diceritakan dalam surat Ash-Shaffat ayat 99 hingga 113.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ 

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab, "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”  {QS. Ash-Shaffat : 102}

Ibrahim memberikan contoh bahwa seorang ayah perlu membangun komunikasi dua arah dengan anaknya. Meskipun perintah menyembelih itu berasal dari Allah, namun Ibrahim tidak lantas menggunakan pendekatan yang diktator dalam mengarahkan anaknya, terlebih Ismail telah memiliki cukup akal untuk menentukan pilihannya.

Sikap Ismail pun mengagumkan, ketika ia memahami bahwa suatu perintah berasal dari Allah maka ia pun tunduk patuh pada komando Sang Pencipta meskipun perintah tersebut amatlah berat bahkan berlawanan logika & perasaan manusia pada umumnya.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya). Dan Allah panggillah dia, "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, "Sesungguhnya demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Allah tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Allah abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (yaitu).”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." {QS. Ash-Shaffat : 103-110}.

Ketika Ismail sudah hampir disembelih datanglah keajaiban. Allah menggantinya dengan seekor sembelihan yang besar (menurut sebuah riwayat berupa kambing). Keajaiban datang karena mereka telah lulus ujian dengan membuktikan taat pada Allah meskipun berat. Ismail pun tetap hidup dan Ibrahim dimuliakan dengan salam keselamatan oleh orang-orang setelahnya. Shalawat atas Ibrahim selalu diiringkan setelah shalawat atas Muhammad oleh milyaran manusia dalam shalatnya setiap hari. Masya Allah, demikianlah Allah membalas orang-orang yang baik dan ihsan.

Tidak hanya itu, namun Allah tambahkan kegembiraan dengan lahirnya Ishaq (QS. Ash-Shaffat : 112) dari rahim Sarah. Semakin lengkaplah kebahagiaan Ibrahim dengan 2 putra istimewanya yang kelak melahirkan keturunan-keturunan hebat dalam memperjuangkan risalah Allah ke seluruh dunia, salah satunya adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dari jalur Ismail 'alaihis salam.

Ibrahim telah melewati berbagai ujian dengan sukses, maka Allah pun memberikannya kepemimpinan yang layak baginya, bukan hanya untuk manusia di masanya namun untuk seluruh manusia setelahnya. Hal itu ditandai dengan perintah Allah padanya untuk membangun Ka'bah di atas pondasi yang sudah ada. Kepemimpinan tersebut juga berlaku bagi keturunan Ibrahim selama tidak terjerumus pada kezhaliman (pelajari QS. Al-Baqarah : 124-125).

Dalam proses perampungan bangunan Ka'bah Ibrahim pun berdoa agar Mekkah menjadi negeri yang aman, sejahtera, amal ibadahnya diterima dan penduduknya menjadi muslim yang beribadah & tunduk hanya pada Allah (QS. Al-Baqarah : 126-129). Maka berdirilah peradaban Mekkah yang mendunia dengan menebar manfaat dan berkah ke seluruh dunia.

Demikianlah keluarga tangguh berbasis tauhid yang mampu menghadapi berbagai permasalahan hidup dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan kesyukuran. Ibrahim sukses berperan sebagai suami, ayah dan pemimpin keluarga yang teladan. Istri-istrinya sukses menyokong aktivitas kebaikan suaminya atas dasar iman. Anak-anaknya sukses menjadi pribadi berbakti dan bertanggungjawab. Merekalah keluarga tangguh yang menyejarah dan berhasil menjadi cikal bakal peradaban mendunia.

Semoga semangat Idul Adha tidak sebatas ritual dan berbagi daging saja, namun bisa menjadi inspirasi untuk membenahi diri, keluarga dan masyarakat sehingga perbaikan negara pun menjadi kokoh dan merata di tengah berbagai krisis ketahanan keluarga. 


- Ahmad Faisal -